Jika berbicara tentang pekerjaan tukang pikul di pasaran
memang tidak penting untuk dibicarakan, karena sekarang banyak orang yang
jarang menggunakan tukang pikul untuk mengangkat barang belanjaannya. Walaupun
demikian tidak memutuskan semangat laki-laki yang bernama Gede Danu. Gede Danu
adalah sosok laki-laki yang sangat tegar. Sehari-hari Gede Danu menghabiskan
waktunya diemperan pasar untuk menunggu orang yang membutuhkan jasanya.
Walaupun setiap hari Gede Danu bekerja, namun terkadang ia tidak mendapatkan
hasil sama sekali. Dalam sebulan uang yang dapat ia kumpulkan hanya Rp.
325.000,00 dan uang ini berkurang ketika ia gunakan untuk membayar listrik dan
air sebanyak Rp. 35.000,00.
Laki-laki ini hidup sebatang kara di jalan surapati gang
manggis, peninggalan rumah kedua orang tuanya. Orang tuanya sudah lama
meninggal. Gede Danu hidup sebatang kara ketika ia berumur 25 tahun. Gede Danu
merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Saudara pertama Gede Danu yang bernama
Wayan sudah menikah dan bekerja sebagai buruh di Lombok. Terkadang Gede Danu
merasa rindu dengan kakaknya wayan lantaran wayan 3 tahun belakangan tidak
pernah pulang ke Bali. Saking rindunya Gede Danu kepada kakaknya, dia sempat
mengumpulkan uang dan berniat untuk pergi kelombok bertemu kakaknya. Namun
keinginannya untuk pergi kelombok itu sirnah ketika iya teringat bahwa dia
tidak mengetahui kemana iya harus mencari kakaknya di pulau lombok tersebut.
Gede Danu belum mempunyai seorang istri padahal umurnya
hampir menginjak 34 tahun. Wajah Gede Danu terlihat lebih tua dari pada
umurnya, mungkin hal ini disebabkan karena pekerjaan Gede Danu yang berat dan
dia tidak dapat berbagi keluh kesah yang ia rasakan. Dari raut wajah Gede Danu
seperti ingin menyampaikan sesuatu yang sangat perih ia rasakan, seakan-akan ia
menyimpan beban perasaan yang tidak bisa ia ungkapkan. Walaupun demikian ia
tetap tersenyum ketika saya mengucapkan terimakasih atas keluangan waktunya
untuk saya wawancarai.