Rabu, 19 Desember 2012

TEKAD WANITA PENJUAL KUUD ENTAL



Luh Mudi adalah wanita penjual  kuud ental. Luh Mudi berasal daeri Desa Kubutambahan. Sehari-hari Luh Mudi berjualan kuud ental di seputaran jalan Sudirman. Suami Luh Mudi mempunyai profesi yang sama seperti Luh Mudi yaitu sebagai penjual kuud ental.
Tiga bungkus kuud ental ia jual seharga Rp. 10.000,00. Jika ia beruntung, ia dan suaminya akan membawa uang sebanyak Rp. 50.000,00, namun jika tidak ia hanya mendapatkan uang Rp. 20.000. kuud ental yang ia jual bukanlah miliknya, melainkan Luh Mudi dan suaminya membeli kuud ental pada bosnya di Kubutambahan. Inilah yang menyebabkan Luh Mudi dan suamninya tidak menjual kuud entalnya di Desa Kubutambahan.
            Wanita berusia 36 tahun ini memiliki tiga orang anak. Anak yang pertama perempuan yang sedang duduk di kelas 6 SD, anak kedua laki-laki yang sedang duduk di kelas 2 SD, dan anak ketiga adalah laki-laki yang baru berusia 2 tahun. Wajauh Luh Mudi tampak lebih tua dari pada umurnya, hal ini dikarenakan luh mudi bekerja keras untuk mencari nafkah. Luh Mudi sangat menyayangi ketiga orang anaknya. Terkada ia tidak tega meninggalkan anaknya yang baru berusia 2 tahun itu. Dia berpikir, anak yang berusia 2 tahun seharusnya mendapatkan belaian dan kasih sayang sepenuhnya dari seorang ibu, namun hal itu tidak bisa ia berikan. Kedua anaknya yang sedang duduk di SD diberikan uang jajan sebesar Rp. 3.000,00. Walau hanya sebagai penjual kuud ental, Luh Mudi memiliki keinginan yang sangat tinggi, yaitu ingin menyekolahkan anaknya hingga bangku perkuliahan.

Kamis, 06 Desember 2012

DIBALIK SENYUMAN TUKANG PIKUL



            Jika berbicara tentang pekerjaan tukang pikul di pasaran memang tidak penting untuk dibicarakan, karena sekarang banyak orang yang jarang menggunakan tukang pikul untuk mengangkat barang belanjaannya. Walaupun demikian tidak memutuskan semangat laki-laki yang bernama Gede Danu. Gede Danu adalah sosok laki-laki yang sangat tegar. Sehari-hari Gede Danu menghabiskan waktunya diemperan pasar untuk menunggu orang yang membutuhkan jasanya. Walaupun setiap hari Gede Danu bekerja, namun terkadang ia tidak mendapatkan hasil sama sekali. Dalam sebulan uang yang dapat ia kumpulkan hanya Rp. 325.000,00 dan uang ini berkurang ketika ia gunakan untuk membayar listrik dan air sebanyak Rp. 35.000,00.  
            Laki-laki ini hidup sebatang kara di jalan surapati gang manggis, peninggalan rumah kedua orang tuanya. Orang tuanya sudah lama meninggal. Gede Danu hidup sebatang kara ketika ia berumur 25 tahun. Gede Danu merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Saudara pertama Gede Danu yang bernama Wayan sudah menikah dan bekerja sebagai buruh di Lombok. Terkadang Gede Danu merasa rindu dengan kakaknya wayan lantaran wayan 3 tahun belakangan tidak pernah pulang ke Bali. Saking rindunya Gede Danu kepada kakaknya, dia sempat mengumpulkan uang dan berniat untuk pergi kelombok bertemu kakaknya. Namun keinginannya untuk pergi kelombok itu sirnah ketika iya teringat bahwa dia tidak mengetahui kemana iya harus mencari kakaknya di pulau lombok tersebut.  
            Gede Danu belum mempunyai seorang istri padahal umurnya hampir menginjak 34 tahun. Wajah Gede Danu terlihat lebih tua dari pada umurnya, mungkin hal ini disebabkan karena pekerjaan Gede Danu yang berat dan dia tidak dapat berbagi keluh kesah yang ia rasakan. Dari raut wajah Gede Danu seperti ingin menyampaikan sesuatu yang sangat perih ia rasakan, seakan-akan ia menyimpan beban perasaan yang tidak bisa ia ungkapkan. Walaupun demikian ia tetap tersenyum ketika saya mengucapkan terimakasih atas keluangan waktunya untuk saya wawancarai.